Ayo Dance (Audition) Indonesia Online

GenreMusic & Dance
DeveloperT3 Entertainment
IndonesiaMegaxus Infotech
PaymentFree to Play
Websitehttp://ayodance.megaxus.com/v1/
StatusReleased

Audition AyoDance adalah Online Dance Battle Game, dimana anda dan teman-teman di seluruh Indonesia bisa bertemu dan bertanding dance secara online.
Pilihan berbagai macam variasi lagu yang menarik dapat dipilih di dalam Audition AyoDance dan Music Mall, mulai dari Pop, R&B atau bahkan Hip Hop !!
Di dalam Fashion Mall juga terdapat item-item menarik, ekspresikan Dancer anda dengan Avatar yang unik di Fashion Mall. Ayo tampil beda dari yang lain !!
Dengan cara bermain yang mudah tentu saja anda dapat melakukan ratusan gerakan dance yang keren dan fantastis, seperti gerakan dancer TOP artis idola, atau koreografi dance yang romantis. Bermainlah bersama pasangan anda !
Banyak juga fitur – fitur menarik lainnya di dalam Audition AyoDance.
Nantikan dan selalu ikuti berbagai macam event berhadiah menarik yang ada di dalam Audition AyoDance !! Andalah Dancer yang kami cari !!

Grand Chase Indonesia

Grand Chase dipublish oleh Ntreev, orang-orang yang sama di balik Trickster Online. Grafik pada game ini biasa saja tapi unik. Seperti Trickster, grafik berbau anime mungkin terlalu imut untuk gamer dewasa tapi dibalik grafik itu terdapat konten yang dalam. Game yang paling mirip dengan Grand Chase mungkin adalah Tcrew. Keduanya adalah cooperative action adventure dungeon crawlers.
Saat memulai permainan, ada 3 karakter awal yang bisa dipakai tetapi karakter lain akan bisa digunakan seiring menaikkan level 3 karakter awal tadi. Total ada 8 class yang tersedia tapi ada beberapa class baru yang sedang dikembangkan. 8 class yang tersedia sekarang adalah : Knight, Archer, Magician, Spell Knight, Spearman, Crossbow, Alchemist, dan Dragon Knight. Setiap pemain bisa memainkan karakter yang telah mereka buka secara bergantian dan masing-masing karakter mendapat experience secara terpisah.





Counter Strike Online

Web Resmi Indonesia : http://www.csonline.co.id/



Trailer dari CSO China Gan

<iframe width="420" height="315" src="http://www.youtube.com/embed/SuYJirIPgTM" frameborder="0" allowfullscreen></iframe>


Counter-Strike adalah game FPS (First Person Shooter) legendaris berbasiskan jaringan / LAN (Local Area Network, tidak memerlukan internet) yang dikenal oleh semua pecinta FPS di seluruh dunia. Counter-Strike Online adalah sebuah Game Online bergenre MMOFPS [Massively Multiplayer Online First Person Shooter]. Game ini dikembangkan oleh Nexon dari Korea Selatan dan Valve.
Counter-Strike Online hadir dengan lebih baik, lebih seru dan tentunya lebih menyenangkan dibanding sebelumnya.Counter-Strike Online dilengkapi dengan fitur MMO serta  elemen  baru, fitur baru, karakter baru dan tentunya mode baru. Semuanya dikemas secara Online (membutuhkan koneksi internet) sehingga seluruh orang di Indonesia menikmati dan memainkannya bersama – sama. Counter-Strike Online juga menyajikan tampilan interface yang mudah dan dapat dengan cepat dimengerti oleh semua pemain.
Sesuai dengan ketentuan standar Counter-Strike Online, user dapat memilih antara Counter-Terrorist atau Terrorist. Mereka dapat saling membantu satu sama lain sesama anggota tim untuk mencapai tujuan kemenangan.
Counter-Strike Online memberikan banyak tambahan dari sebelumnya. Counter-Strike Online menyajikan fitur – fitur terbarunya dengan tetap memiliki tempo permainan yang cepat dan taktis serta memompa adrenalin.
Counter-Strike Online tentunya siap memberikan pengalaman tak tertandingi dalam bermain game FPS bagi para pemainnya

LOBBY INTERFACE

Inilah tambilan Lobby Room pada saat kamu masuk ke dalam salah satu server yang tersedia. Disini kamu bisa mengakses ke berbagai menu yang tersedia, mencari info dan memulai pertempuranmu di Counter-Strike Online. Berikut ini berbagai macam fitur yang tersedia di dalam lobby room :



Pada bagian pojok kiri atas dari lobby room, terdapat player info yang menunjukkan berbagai informasi tentang kamu seperti nickname, ranking, level, pangkat dan juga bar exp yang dibutuhkan untuk naik ke level berikutnya.

Untuk melihat informasi tersebut lebih lengkap lagi, klik pada player info tersebut.




Information
Memperlihatkan seluruh informasi karaktermu :
  1. Nickname : nama karaktermu.
  2. Codename : nama panggilan atau julukan untukmu.
  3. Level : level dan pangkatmu saat ini.
  4. Experience : jumlah Exp yang sudah terkumpul.
  5. Location : lokasi tempat kamu bermain. (akan muncul setelah mengisi "Register Area")
  6. Clan : nama clan
  7. Win Rate : jumlah pertempuran, kemenangan, kekalahan dan juga ratingnya.
  8. K/D : jumlah killdeath dan ratingnya.
  9. Points : jumlah point yang sudah kamu kumpulkan.


InfoBanList
Memperlihatkan nickname pemain yang sudah kamu masukkan ke dalam list ban. Disini kamu juga dapat melakukan pengaturan untuk seluruh list pemain yang sudah diban seperti :
  1. Centang pada pilihan pertama agar seluruh pemain yang ada di dalam list ban kamu tidak dapat memasuki room yang sudah dibuat olehmu. (hanya berfungsi bila kamu adalah sang pembuat room)
  2. Centang pada pilihan kedua agar kamu tidak dapat melihat chat atau menerima whisper dari pemain yang ada di dalam list ban kamu.






Narsis Dikit Gan

Makalah Bahasa Inggris Tentang Pendidikan

1.INTRODUCTION


The Early Childhood Education has changed considerably in recent times. The process of acquiring a new identity for the institutions that work with children has been long and difficult. During this process came a new conception of the child, totally different from the traditional view. If, for centuries the child was seen as being an unimportant, almost invisible, today it is considered in all its particularities, with personal and historical identity.

These changes led to new social and economic demands, giving the child a role for future investment, this came to be valued, so their care had to follow the course of history. Thus, early childhood education from a welfare perspective becomes a pedagogical coupled with care, seeking to meet the child holistically, where their specific (psychological, emotional, cognitive, physical, etc ...) should be respected. In this perspective, this paper proposes a discussion on the historical evolution of the concept of childhood and its impact on care for children in early childhood education institutions.

2. CONCEPTS OF CHILDHOOD

The design of present-day childhood is very different from a few centuries ago. Importantly, the vision one has of the child is something historically constructed, that is why one can see the stark contrasts in terms of feelings of childhood throughout the ages. What today may seem an aberration, as the indifference intended for small children, ages ago it was absolutely normal. For larger strangeness that cause, humanity will not always see the child as being a particularly long and treated her like a miniature adult.

To be an unimportant, almost imperceptibly, the child in a secular process occupies a greater emphasis on society and humanity, it launches a new look. To better understand this issue we need to do a historical survey on the sense of childhood, seeking to define it, register its birth and its evolution. According to Aries:

the feeling of childhood does not mean the same as affection for children, corresponds to the consciousness of the particularity of children, this peculiarity that distinguishes essentially the adult child, even young (Aries, 1978: 99).

From this perspective the feeling of childhood is something that characterizes the child, its essence as a being, his way of acting and thinking, which differs from adults, and therefore deserves a more specific look.

In the Middle Ages there was no clarity over the period that characterized the childhood, many were based on the physical issue and determined that childhood is the period of the teeth until the age of seven, as the quotes from the description given by Le Grand Propriétaire (Ariès, 1978: 6):

The first age is childhood teeth that plant, and such an age when the child is born and lasts up to seven years, and at that age what is born is called the enfant (child), which means non-speaking, because at this age one can not speak well or take the words perfectly, because it still has no teeth and no firm arranged ...

Until the seventeenth century society did not give much attention to children. Due to poor sanitation, infant mortality has reached alarming levels, so the child was seen as a being which could not hold on, because at any moment she might cease to exist. Many could not overcome their early childhood. The birth rate was also high, which led to a kind of replacement of dead children. The loss was seen as natural and something that did not deserve to be deplored for a long time, as can be seen in the commentary of Aries "... people could not get too attached to something that was considered a potential loss ..." (1978 : 22).

In the Middle Ages, the child was being seen as a miniature, so that could perform some tasks, this was inserted into the adult world, without any concern about your training as a being specific, being exposed to all kinds of experience.

According to Aries, until the seventeenth century, the socialization of children and transmitting values ​​and knowledge were not provided by families. The child was removed early from his parents and went to live with other adults, helping them in their tasks. From there, most of these not distinct. This contact, the child would direct this phase to adulthood. (Aries, 1978).

The duration of childhood was not well defined and the term "childhood" was used indiscriminately, being used even to refer to young people aged eighteen or older (Aries, 1989). Thus, childhood was a long duration, and the child would eventually assume positions of responsibility, skipping stages of their development. Even his outfit was a faithful copy of an adult. This situation began to change, featuring a major milestone in awakening the sense of childhood:

In the seventeenth century, however, the child, or at least the child of good family, be it noble or bourgeois, was no longer dressed like the adults. She now had a costume reserved for his age, which distinguishes it from adults. This essential fact appears at initial glance at the numerous representations of children's early seventeenth century (Ariès, 1978: 33).

The great social changes in the seventeenth century contributed significantly to building a sense of childhood. The most important were the Catholic and Protestant religious reforms, which brought a new vision of the child and their learning. Another important aspect is the affection which has gained in importance within the family.

That affection was demonstrated, mainly by emphasizing that education has to have. The educationof children, who once gave the children living with adults in their daily tasks, has given up on school. The work for educational purposes was replaced by the school, which became responsible for the deformation process. The children were separated from adults and kept in school until they are "ready" for life in society. (Ariès, 1978).

Comes a concern with the moral education of children and the church is responsible to direct learning, aiming to correct the deviations of the child, it was believed that it was the result of sin, and should be guided to the path of good. Among educators and moralists of the seventeenth century, formed the childhood feeling that would inspire all education in this century (Aries, 1989). Then comes the explanation of the types of care for children, and repressive nature of compensatory.

On one side the child is seen as an innocent being who needs care, the other as being a fruit of sin. According to Kramer:

At that moment, the feeling of childhood corresponds to two contradictory attitudes: one considers a naive child, innocent and gracious and pampering is translated by adults, and another appears simultaneously at first, but is opposed to it, making the child an imperfect and incomplete, in need of "morality" and education made by the adult (Kramer, 2003:18).

These two feelings are caused by a new attitude of family towards the child, who now assumes its role more effectively, the family begins to perceive the child as a future investment, which must be preserved, and therefore must be rejected for bad physical and moral. For Kramer (2003: 18) "is not the family that is new, but rather the feeling of family that emerges in the sixteenth and seventeenth centuries, inseparable from the feeling of childhood."

Family life has a more private, and gradually the family assumes the role formerly assigned to the community. Importantly, this sense of childhood and family is a bourgeois model, which became universal. Kramer said:

... The idea of ​​childhood (...) appears to capitalist society, urban-industrial, to the extent that change their social inclusion and the role of children in the community. if, in feudal society, the child played a productive role direct ("adult") so it exceeded the period of high mortality, in bourgeois society it becomes someone who needs to be cared for, educated and prepared for a future function. This concept of childhood is therefore determined historically by the modification of the forms of social organization (2003: 19).
In the eighteenth century, the education the family became interested in issues related to hygiene and child health, which led to a substantial decrease in mortality.

The changes benefited the children of the bourgeoisie as the children of people remained without access to the gains represented by the new conception of childhood, such as the right to education and care more specific, being directed to work.

The child slowly comes out of anonymity and occupies an area of ​​greatest prominence in society. This evolution brings profound changes in relation to education, it had to seek to meet the new demands that were triggered by the appreciation of the child for learning beyond the religious issue became one of the pillars in the care of children. According to Loureiro:

... This period begins to be a concern to know the mentality of children to adapt the methods of education to them, facilitating the learning process. Surge an emphasis on the image of the child as an angel, "testimony of baptismal innocence" and therefore close to Christ (2005: 36).

You realize the Christian character to which the education of children was anchored. With the rise of interest in children, concern began to help them acquire the principle of reason and the Christian adults and make them rational. This paradgma guided the education of the nineteenth and twentieth centuries.

Today, the child is seen as a subject of rights, historically situated and that must have their physical, cognitive, psychological, emotional and social needs met, featuring an integrated and comprehensive care of the child. She must have met all its dimensions. According to Zabalza Fraboni quote:

the historical stage that we are living, strongly marked by "transformation" scientific-technological and the ethical and social change, meets all the requirements for making effective the winning jump in the child's education, finally legitimizing it as a social figure, as the subject of rights as a social subject "(1998:68).

Thus, the notion of children as a particular being, with characteristics very different from those of adults, and simultaneously as a bearer of rights as a citizen, will it produce the greatest changes inkindergarten, making the treatment of children 0-6 years still more specific, requiring a teacher's attitude should be aware of how accomplished the work with young children, what their needs as a child and as a citizen.

3.The HISTORY OF EARLY CHILDHOOD EDUCATION WORLDWIDE

For a long time, care and education of young children were seen as tasks of the family, especially mothers and other women. After weaning, the child was perceived as a little adult, when it reached a degree of independence, started to help adults in daily activities and learn the basics for their social integration. Did not consider the child's personal identity.

Due to the nature of family care for infants, the first names of children's institutions make a reference to this aspect, as the French term "kindergarten" means manger crib. And the Italian term "asylum nido" which means that houses a nest.

In primitive societies, children who were in difficult situations such as neglect, were cared for by a network of kinship, or within the family. In ancient times, the care provided by mothers were mercenaries, who had no kind of concern for children, and many died under his care. In the Middle Ages and modern times, there were the "wheels" (hollow cylinders of wood, rotary), built in the walls of churches or charitable hospitals where children were left gathered. Within this perspective, it is evident that in the words of Oliver:

the ideas of abandonment, poverty, guilt and love pervade so precarious that care for children during this period and will permeate certain ideas about what is an institution that takes care of early childhood education, stressing the negative side of care outside the family ( OLIVEIRA, 2002: 59).

Given this situation, are clear roots of the devaluation of professional Early Childhood Education, which needs to change this stereotype, that for working with children is not necessary qualification, for most professionals working in this area is for laymen, which demonstrates that even with such progress as regards the concept of a child, there remains a kind of care that applies only to physical care, ignoring global aspects in the care of children.

In Europe the Industrial Revolution, the agrarian and mercantile society becomes urban-manufacturing, in a situation of conflict where children were victims of poverty, neglect and abuse, with high mortality rate. Gradually the children's work becomes more formal response to this situation were emerging institutions for the care of disadvantaged children or children whose parents worked in factories (OLIVEIRA, 2002).

In the eighteenth and nineteenth originates from two types of assistance to small children, a good quality for the children of the elite, which had the characteristic of education, and another that served as the custody and discipline for children from disadvantaged classes.

Within this scenario raises the discussion of how to educate children. Thinkers such as Comenius, Rousseau, Pestalozzi, Decroly, Froebel and Montessori configure the new bases for the education of children. Although they had different focuses, they recognized that children had characteristics different from adults, with its own needs (OLIVEIRA, 2002).

In the twentieth century, after the first World War, the idea grows respect for children, culminating in the New Schools Movement, strengthening important precepts such as the need to provide a school that respects the child as a being specific, so this should direct their work to match the characteristics of child thought.

In psychology, in the '20s and '30s, Vygotsky supports the idea that the child is introduced to the world of culture by more experienced partners. Wallon out affection as a determining factor in the learning process. Research arise from Piaget, who revolutionized the vision of how children learn, the theory of stages of development. Pedagogical theories were gradually apropos of psychological concepts, especially in early childhood education, stimulating its growth.

In the context of post-second world war, there is a preoccupation with the social situation of children and the idea of ​​children as holders of rights. The UN promulgated in 1959, the Declaration of the Rights of the Child, as a result of the Declaration of Human Rights, this is an important factor in the conception of childhood that permeates the contemporary, children as subjects of rights.

4. HISTORY OF EARLY CHILDHOOD EDUCATION IN BRAZIL

The history of early childhood education in Brazil, in a sense, follows the global parameters, with their own characteristics, marked by strong welfare and improvisation. The children of the urban area were placed in the "exposed wheels" to be collected by religious institutions, many of these children were from mothers who belonged to traditional families.

In the early nineteenth century, to solve the problem of childhood, there are isolated initiatives, such as crèches, nursing homes and boarding schools, which were seen as institutions designed to care for poor children. These institutions only covered up the problem and lacked the ability to search deeper transformations in the social reality of these children.

In the late nineteenth century, with the liberal ideals, began a project to build a modern nation. The country's elite educational assimilates the principles of the Movement of New Schools, developed in the centers of social changes in Europe and brought to Brazil by U.S. and European influence. Brazil sees the idea of ​​"garden-care" was received enthusiastically by some social sectors, but it generated much discussion, because the elite did not want the government does not take responsibility for care to needy children. With all the controversy, in 1875 in Rio de Janeiro and Sao Paulo in 1877, the first gardens were created-schools, private in nature, aimed at children of the upper class, and developed an educational program inspired by Froebel (OLIVEIRA, 2002 ).

In half of the twentieth century, with increasing industrialization and urbanization of the country, the woman begins to have a better insertion in the labor market, causing an increase in the institutions that take care of small children. Begins to take shape with a strong service assistance nature.

In 70 years, Brazil absorbs the theories developed in the United States and Europe, who argued that children from the poorest social strata suffer from "cultural deprivation" and were asked to explain their failure in school, this design will aim for a long time Childhood Education, a vision rooted welfare and allowances, as Oliver says:

concepts such as cultural deprivation and marginalization and compensatory education were then adopted, without there being a critical reflection on the deeper structural roots of social problems. It also has influence on policy decisions of Early Childhood Education (Oliveira, 2002:109).

Thus, one can observe the origin of fragmented care that is still part of early childhood education for disadvantaged children, an education geared to meet the alleged "deficiencies" is an education that takes into account the poor child as a being able, as someone who will not respond to stimuli received by the school.

In the '80s, with the process of political opening, there was pressure from the grassroots to expanding access to school. The education of young children is being claimed as a duty of the state, which until then had not been legally committed for that purpose. In 1888, due to great pressure from feminist movements and social movements, the Constitution recognizes education in kindergartens and preschools as a child's right and duty of the state.

In the '90s, there was an expansion on the conception of the child. Now we seek to understand the child as being a socio-historical, where learning occurs through interactions between the child and the social environment. This perspective has social interaction as the main theorist Vygotsky, which emphasizes the child as a social subject, which is part of a concrete culture (OLIVEIRA, 2002).

There is a strengthening of the new conception of childhood, into law guaranteeing children's rights as a citizen. It creates the ECA (Statute of Children and Adolescents) and the new LDB, Law No. 9394/96, incorporates kindergarten as the first level of basic education and formalized the decentralization of this phase.

In 1998, it created RCNEI (National Curriculum for Early Childhood Education), a document that seeks to guide our work with children aged 0 to 6 years old. It represents a breakthrough in the quest to better structure the role of early childhood education, bringing a proposal that integrates care and education, which is today one of the biggest challenges of kindergarten. We must say that the proposals brought by RCN may not materialize to the extent that all involved in the process seek effective implementation of the new proposals, if not he will become just a set of rules that do not pencil out.

5. Concluding Remarks

Through this historical study, one can see that the concept of childhood resonates strongly in the role of early childhood education because directs all care provided to infants. Thus, the kindergarten is deppest linked to the concept of childhood, and its evolution marked by the social changes that led to a new vision of the child.

Education focused toddler only gained notoriety when it came to be valued by society, if there were a change of attitude toward the vision that had a child, early childhood education would not have changed the way they conduct the teaching work and would not have arisen a new profile for this stage of teacher education. It would not be charged to your specific field, and the child would remain with a service aimed only to physical issues, and its other dimensions, such as cognitive, emotional and social unnoticed.

You can not lose sight that the concept of childhood caused by mankind built a standardization of the child, as if it were a universal, without characteristics of each society and every historical context.

Therefore, the Early Childhood Education and ended up being a child of the bourgeois, and a proposal away from poor children. In spite of early childhood education in Brazil have been institutionalized as rights of children, few have access to quality care, with teachers who are unaware of the pedagogical assumptions that should guide work with young children, characterizing the specificity of early childhood education.

Jaket

MAKALAH PENCAK SILAT

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semakin ramainya minat masyarak akan olah raga bela diri pencak silat mendorong penulis untuk menyusun makalah ini.
Pencak silat atau silat adalah suatu seni bela diri tradisional yang berasal dari Nusantara. Seni bela diri ini secara luas dikenal di Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Singapura, Filipina selatan, dan Thailand selatan sesuai dengan penyebaran suku bangsa Melayu Nusantara. Berkat peranan para pelatih asal Indonesia, kini Vietnam juga telah memiliki pesilat-pesilat yang tangguh. Induk organisasi pencak silat di Indonesia adalah Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Organisasi yang mewadahi federasi-federasi pencak silat di berbagai negara adalah Persekutuan Pencak Silat Antara Bangsa (Persilat), yang dibentuk oleh Indonesia, Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah pencak silat di Indonesia
2. Untuk mengetahui definisi dari pencak silat itu sendiri



BAB II
PEMBAHASAN

A.        Definisi Pencak Silat
Pencak Silat atau Silat (berkelahi dengan menggunakan teknik pertahanan diri) ialah seni bela diri Asia yang berakar dari budaya Melayu. Seni bela diri ini secara luas dikenal di Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Singapura tapi bisa pula ditemukan dalam berbagai variasi di berbagai negara sesuai dengan penyebaran suku Melayu, seperti di Filipina Selatan dan Thailand Selatan. Berkat peranan para pelatih asal Indonesia, saat ini Vietnam juga telah memiliki pesilat-pesilat yang tangguh.
Induk organisasi pencak silat di Indonesia adalah IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia). Persilat (Persekutuan Pencak Silat Antara Bangsa), adalah nama organisasi yang dibentuk oleh Indonesia, Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam untuk mewadahi federasi-federasi pencak silat di berbagai negara.
Suatu Seminar Pencak Silat diadakan oleh Pemerintah pada tahun 1973 di Tugu, Bogor. Dalam Seminar ini pulalah dilakukan pengukuhan istilah bagi seni pembelaan diri bagnsa Indonesia dengan nama "Pencak Silat" yang merupakan kata majemuk. Di masa lalu tidak semua daerah di Indonesia menggunakan istilah Pencak Silat. Di beberapa daerah di jawa lazimnya digunakan nama Pencak sedangkan di Sumatera orang menyebut Silat. Sedang kata pencak sendiri dapat mempunyai arti khusus begitu juga dengan kata silat.
Pencak, dapat mempunyai pengertian gerak dasar bela diri, yang terikat pada peraturan dan digunakan dalam belajar, latihan dan pertunjukan.
Silat, mempunyai pengertian gerak bela diri yang sempurna, yang bersumber pada kerohanian yang suci murni, guna keselamatan diri atau kesejahteraan bersama, menghindarkan diri/ manusia dari bela diri atau bencana. Dewasa ini istilah pencak silat mengandung unsur-unsur olahraga, seni, bela diri dan kebatinan. Definisi pencak silat selengkapnya yang pernah dibuat PB. IPSI bersama BAKIN tahun 1975 adalah sebagai berikut :
"Pencak Silat adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela/mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritasnya (manunggalnya) terhadap lingkungan hidup/alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat dipastikan. Meskipun demikian, silat saat ini telah diakui sebagai budaya suku Melayu dalam pengertian yang luas, (yaitu penduduk daerah pesisir pulau Sumatera dan Semenanjung Malaka), berbagai kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua franca bahasa Melayu di berbagai daerah di pulau-pulau Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lainnya juga mengembangkan sebentuk silat tradisional mereka sendiri.
Ada yang berpendapat bahwa terdapat pengaruh ilmu beladiri dari Cina dan India dalam silat. Ini ada benarnya, bahkan bisa jadisesungguhnya tidak hanya itu. Hal ini dapat dimaklumi karena memang kebudayaan Melayu (termasuk Pencak Silat) adalah kebudayaan yang terbuka yang mana sejak awal kebudayaan Melayu telah beradaptasi dengan berbagai kebudayaan yang dibawa oleh pedagang maupun perantau dari India, Cina, Arab, Turki, dan lainnya. Kebudayaan-kebudayaan itu kemudian berasimilasi dan beradaptasi dengan kebudayaan penduduk asli. Maka kiranya historis pencak silat itu lahir bersamaan dengan munculnya kebudayaan Melayu.

B. Sejarah
Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke murid. Karena hal itulah catatan tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Kebanyakan sejarah silat dikisahkan melalui legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah lain. Seperti asal mula silat aliran Cimande yang mengisahkan tentang seorang perempuan yang menyaksikan pertarungan antara harimau dan monyet dan ia mencontoh gerakan tarung hewan tersebut. Asal mula ilmu bela diri di Indonesia kemungkinan berkembang dari keterampilan suku-suku asli Indonesia dalam berburu dan berperang dengan menggunakan parang, perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif tidak tersentuh pengaruh luar.
Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat dipastikan. Meskipun demikian, silat saat ini telah diakui sebagai budaya suku Melayu dalam pengertian yang luas, yaitu para penduduk daerah pesisir pulau Sumatera dan Semenanjung Malaka, serta berbagai kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua franca bahasa Melayu di berbagai daerah di pulau-pulau Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lainnya juga mengembangkan sebentuk silat tradisional mereka sendiri. Dalam Bahasa Minangkabau, silat itu sama dengan silek. Sheikh Shamsuddin (2005) berpendapat bahwa terdapat pengaruh ilmu beladiri dari Cina dan India dalam silat. Bahkan sesungguhnya tidak hanya itu. Hal ini dapat dimaklumi karena memang kebudayaan Melayu (termasuk Pencak Silat) adalah kebudayaan yang terbuka yang mana sejak awal kebudayaan Melayu telah beradaptasi dengan berbagai kebudayaan yang dibawa oleh pedagang maupun perantau dari India, Cina, Arab, Turki, dan lainnya. Kebudayaan-kebudayaan itu kemudian berasimilasi dan beradaptasi dengan kebudayaan penduduk asli. Maka kiranya historis pencak silat itu lahir bersamaan dengan munculnya kebudayaan Melayu. Sehingga, setiap daerah umumnya memiliki tokoh persilatan yang dibanggakan. Sebagai contoh, bangsa Melayu terutama di Semenanjung Malaka meyakini legenda bahwa Hang Tuah dari abad ke-14 adalah pendekar silat yang terhebat. Hal seperti itu juga yang terjadi di Jawa, yang membanggakan Gajah Mada.
Perkembangan dan penyebaran silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum Ulama, seiring dengan penyebaran agama Islam pada abad ke-14 di Nusantara. Catatan historis ini dinilai otentik dalam sejarah perkembangan pencak silat yang pengaruhnya masih dapat kita lihat hingga saat ini. Kala itu pencak silat telah diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di surau-surau. Silat lalu berkembang dari sekedar ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah. Disamping itu juga pencak silat menjadi bagian dari latihan spiritual.
Silat berkembang di Indonesia dan Malaysia (termasuk Brunei dan Singapura) dan memiliki akar sejarah yang sama sebagai cara perlawanan terhadap penjajah asing. . Setelah zaman kemerdekaan, silat berkembang menjadi ilmu bela diri formal. Organisasi silat nasional dibentuk seperti Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) di Indonesia, Persekutuan Silat Kebangsaan Malaysia (PESAKA) di Malaysia, Persekutuan Silat Singapore (PERSIS) di Singapura, dan Persekutuan Silat Brunei Darussalam (PERSIB) di Brunei. Telah tumbuh pula puluhan perguruan-perguruan silat di Amerika Serikat dan Eropa. Silat kini telah secara resmi masuk sebagai cabang olah raga dalam pertandingan internasional, khususnya dipertandingkan dalam SEA Games.
Pencak Silat sebagai bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia berkembang sejalan dengan sejarah masyarakat Indonesia. Dengan aneka ragam situasi geografis dan etnologis serta perkembangan zaman yang dialami oleh bangsa Indonesia, Pencak Silat dibentuk oleh situasi dan kondisinya. Kini Pencak Silat kita kenal dengan wujud dan corak yang beraneka ragam, namun mempunyai aspek-aspek yang sama. Pencak Silat merupakan unsur-unsur kepribadian bangsa Indonesia yang dimiliki dari hasil budi daya yang turun temurun. Sampai saat ini belum ada naskah atau himmpunan mengenai sejarah pembelaan diri bangsa Indonesia yang disusun secara alamiah dan dapat dipertanggung jawabkan serta menjadi sumber bagi pengembangan yang lebih teratur. Hanya secara turun temurun dan bersifat pribadi atau kelompok latar belakang dan sejarah pembelaan diri inti dituturkan. Sifat-sifat ketertutupan karena dibentuk oleh zaman penjajahan di masa lalu merupakan hambatan pengembangan di mana kini kita yang menuntut keterbukaan dan pemassalan yang lebih luas.

C. Istilah Dalam Pencak Silat
Teknik
Pencak Silat memiliki macam yang banyak dari teknik bertahan dan menyerang. Praktisi biasa menggunakan tangan, siku, lengan, kaki, lutut dan telapak kaki dalam serangan. Teknik umum termasuk tendangan, pukulan, sandungan, sapuan, mengunci, melempar, menahan, mematahkan tulang sendi, dan lain-lain.
Jurus
Pesilat berlatih dengan jurus-jurus. Jurus ialah rangkaian gerakan dasar untuk tubuh bagian atas dan bawah, yang digunakan sebagai panduan untuk menguasai penggunaan tehnik-tehnik lanjutan pencak silat (buah), saat dilakukan untuk berlatih secara tunggal atau berpasangan. Penggunaan langkah, atau gerakan kecil tubuh, mengajarkan penggunaan pengaturan kaki. Saat digabungkan, itulah Dasar Pasan, atau aliran seluruh tubuh.
A. Gerakan Dasar
1. Pengertian
Pencak silat ialah sistem yang terdiri atas sikap (posisi) dan gerak-gerik (pergerakan). Ketika seorang pesilat bergerak ketika bertarung, sikap dan gerakannya berubah mengikuti perubahan posisi lawan secara berkelanjutan. Segera setelah menemukan kelemahan pertahanan lawan, maka pesilat akan mencoba mengalahkan lawan dengan suatu serangan yang cepat. Bentuk-bentuk gerakan dasar antara lain:
a). Belaan: pembuangan-tangkisan-hindaran/elakan-pelepasan kuncian-tangkapan
Belaan adalah suatu usaha mempertahanka diri yang dilakukan baik dengan tangan maupun kaki sewaktu menerima serangan.
Macam-macam belaan antara lain:
1). Pembuangan:
Pembuangan adalah teknik belaan yang dilakukan dalam keadaan memaksa dengan jalan membuang tenaga serangan lawan.
2). Tangkisan
Tangkisan adalah teknik belaan dengan cara mengadakan kontak langsung (benturan) terhadap serangan lawan, dengan jalan membendung atau mengalihkan serangan. Berbagai posisi dalam menangkis dapat dilakukan, baik dengan melangkah maupun diam di tempat, dengan memperhitungkan posisi terbaik atau menguntungkan untuk melakukan serangan balasan yang cepat. Yang perlu diperhatika dalam tangkisan adalah koordinasi antara sikap kuda-kuda, sikap tubuh dan sikap tangan.
Adapun tangkisan terdiri dari dua macam, yaitu:
- Tangkisan (benturan) dengan tangan
- Tangkisan (benturan) dengan kaki
3). Hindaran/elakan
Hindaran/elakan adalah teknik belaan dengan cara memindahkan sasaran dari lintasan serangan.
Teknik elakan dapat dilakukan dengan cara:
- Melangkah dengan satu kaki
- Di tempat
- Memindahkan dua kaki
Elakan yang baik adalah dapat menghindarkan serangan dan dapat melakukan gerakan lanjuta (pola sambut) dengan baik).
4). Pelepasan Kuncian
Pelepasan kuncian adalah usaha untuk melepaskan diri dari tangkapan lawan, dilakukan dengan cara menggunakan satu tangan atau dua tangan.
2. Serangan
Pencak Silat memiliki macam yang banyak dari teknik bertahan dan menyerang. Praktisi biasa menggunakan tangan, siku, lengan, kaki, lutut dan telapak kaki dalam serangan. Teknik umum termasuk tendangan, pukulan, sandungan, sapuan, mengunci, melempar, menahan, mematahkan tulang sendi, dan lain-lain.
a). dengan tangan: pukulan-colokan-tebasan-sodokan-sikutan-kuncian
b). dengan kaki: tendangan-dengkulan-menjatuhkan (serampang, ungkit, sapu)
Macam-macam serangan yanga dapat dilakukan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a). Serangan dengan tangan
serangan dengan tangan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, yaitu mengepal, terbuka dan terbuka sebagian dengan memperhatikan lintasan serangan.
Lintasan serangan:
- ke depan lurus
- dari samping
- dari bawah
Macam-macam serangan dengan tangan antara lain:
- pukulan
- colokan
- tebasan
- sodokan
- sikutan
- kuncian
- tangkapan
b). Serangan dengan kaki
seperti pada serangan tangan, serangan dengan kaki juga memperhatikan unsur-unsur teknik tersebut di atas untuk mengembangkan teknik yang benar. Untuk memantapkan serangan kaki perlu diperhatikan cara melatih kekuatan dan keseimbangan kaki tumpu pada waktu melakukan tendangan dan sikap tubuh serta sikap tangan yang baik, sehingga teknik tendangan menjadi baik dan dapat melakukan sikap atau tindakan berikutnya setelah melakukan tendangan.
Adapun macam-macam serangan kaki adalah:
1). Tendangan
Sikap awal menendang perlu dilatih dari berbagai sikap dan posisi.
Macam tendangan adalah:
- tendangan ke arah depan (A, T)
- tendangan dari samping (C, Sirkel)
- tendangan belakang (B)
2). Dengkulan
Dengkulan dilakukan apabila jarak/jangkauan lawan sudah terlalu dekat.
3). Serkel
4). Menjatuhkan
Menjatuhkan dilakukan dengan cara: sapuan, ungkitan, kaitan dan guntingan.
Teknik jatuhan dapat dilakukan dengan cara:
(1). Meniadakan keseimbangan kaki tumpu (sapuan, ungkitan, kaitan dan guntingan)
(2). Meniadakan keseimbangan dengan didahului tangkapan.
b. Tujuan:
- Melatih dasar-dasar melakukan serangan dengan tangan dan kaki secara benar.
- Melatih dasar-dasar melakukan belaan dengan tangan dan kaki secara benar.
- Melatih pembentukan sikap yang benar.
c. Pelaksanaan:
- Kesalahan harus segera dibetulkan
- Pemberian aba-aba dari lambat, teratur, meningkat menjadi cepat dan mendadak
- Merangkaikan beberapa gerakan serangan (colok-tendangan-menjatuhkan)
- Merangkaikan beberapa gerakan belaan (tangkis-hindar)
- merangkaikan beberapa gerakan bela dan serang tangkis-pukul-tendang.
3. Jurus
a. Pengertian:
adalah suatu rangkaian gerakan teknik pencat silat (pasang-serang-bela) sebanyak 36 (tiga puluh enam) yang dilaksankan sambil melangkah.
Pesilat berlatih dengan jurus-jurus. Jurus ialah rangkaian gerakan dasar untuk tubuh bagian atas dan bawah, yang digunakan sebagai panduan untuk menguasai penggunaan tehnik-tehnik lanjutan pencak silat (buah), saat dilakukan untuk berlatih secara tunggal atau berpasangan. Penggunaan langkah, atau gerakan kecil tubuh, mengajarkan penggunaan pengaturan kaki. Saat digabungkan, itulah Dasar Pasan, atau aliran seluruh tubuh.
b. Tujuan:
- Melatih mengembangkan suatu pola permainan pencak silat
- Menumbuhkan pengertian permainan secara teratur
- Menguasai dan meyakini teknik yang dimiliki.
c. Pelaksanaan:
- Sama dengan pembinaan senam
- Penjelasan unsur-unsur belaan dan serangan (teknik) pada masing-masing jurus.
- Penjelasan pola langkah sesuai dengan tingkatannya tentang cara berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kaidah pencak silat PSHT
- Pemberian aba-aba:
~ Pelan dan teratur (untuk pemahaman dan pembentukan sikap dan teknik yang benar)
~ ditingkatkan dengan cepat dan pendadakan untuk merangsang gerak cepat dan bertenaga
~ ditingkatkan dengan memberi aba-aba satu hitungan
- Kesalahan segera dibetulkan
- Melatih menggunakan jurus secara berpasangan (2A ><>
- Melatih menggunakan pasangan minimal dua gerakan untuk satu pasang dengan peningkatan atau tambahan macam penggunaan pasang di tingkat atasnya.
4. Pasang
a. Pengertian
adalah suatu sikap gerak lemah lembut gagah berwibawa dan terbuka yang merupakan perangkap agar lawan mau menyerang, tetapi disertai kesiapan untuk melakukan belaan dilanjutkan serangan masuk.
b. Tujuan:
- Melatih menyiapkan kondisi siap menyerang dan siap diserang
- Melatih meyakini jurus
c. Pelaksanaan:
- melatih perpindahan gerak dari satu gerak ke gerak lain dengan menggunakan pasang berlainan
- penggunaan pasamg masing-masing jurus
5. Pelepasan Kuncian
a. Pengertian:
adalah suatu teknik untuk melepaskan kuncian lawan dilanjutkan dengan gerakan mengunci lawan
b. Tujuan:
- Melatih mengambil bagian-bagian tubuh lawan yang lemah
- Melatih memanfaatkan bagiantubuh sendiri untuk menyerang lawan
c. Pelaksanaan:
Melatih ketepatan dan kecepatan gerak disertai tenaga
6. Belaan Belati
a. Pengertian:
adalah suatu teknik untuk menerima serangan belati dengan tangan kosong
b. Tujuan:
Melatih keberanian menghadapi lawan bersenjata
c. Pelaksanaan:
Melatih kecepatan dan ketepatan gerak disertai tenaga.
7. Senam Toya
a. Pengertian:
adalah suatu gerakan serang bela menggunakan toya yang dilakukan di tempat
b. Tujuan:
- melatih dasar gerakan jurus toya
- melatih sikap koordinasi yang benar antara sikap tangan memegang toya dengan tubuh dan kuda-kuda kaki
- melatih gerak memegang toya dengan benar
c. Pelaksanaan:
- Pemberian aba-aba dari lambat, teratur, meningkat menjadi cepat dan mendadak
- Kesalahan segera dibetulkan
8. Jurus Toya
a. Pengertian:
adalah suatu rangkaian gerakan teknik pencak silat dengan menggunakan toya yang dilaksanakan sambil melangkah.
b. Tujuan dan Pelaksanaan
sama dengan jurus


D.  Padepokan Pencak Silat Indonesia
Padepokan adalah istilah Jawa yang berarti sebuah kompleks perumahan dengan areal cukup luas yang disediakan untuk belajar dan mengajar pengetahuan dan keterampilan tertentu. Padepokan yang disediakan untuk belajar dan mengajar Pen-cak Silat dinamakan Padepokan Pencak Silat.
Padepokan Pencak Silat Indonesia (PnPSI) adalah padepokan berskala nasional dan internasional yang berlokasi di di tas lahan yang luasnya sekitar 5,2 hektar di kompleks Taman Mini Indonesia Indah. Luas total bangunannya sekitar 8.700 m2 dan luas total selasar-selasarnya sekitar 5.000 m2. Padepokan ini secara resmi dibuka oleh Presiden Soeharto pada tanggal 20 April 1997.
Padepokan Pencak Silat Indonesia (PnPSI) mempunyai sekurang-kurangnya 5 fungsi, yakni :
1. Sebagai pusat informasi, pendidikan, penyajian dan promosi berbagai hal yang menyangkut Pencak Silat.
2. Sebagai pusat berbagai kegiatan yang berhubu-ngan dengan upaya pelestarian, pengembangan, penyebaran dan pening-katan citra Pencak Silat dan nilai-nilainya.
3. Sebagai sarana untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan masyarakat Pencak Silat Indonesia.
4. Sebagai sarana untuk mempererat persahabatan diantara masyarakat Pencak Silat di berbagai negara.
5. Sebagai sarana untuk memasyarakatkan 2 kode etik manusia Pencak Silat, yakni : Prasetya Pesilat Indonesia dan Ikrar Pesilat.




BAB IV
PENUTUP


A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1.      Pencak Silat Merupakan seni beladiri asli dari Indonesia
2.      Pengembangan Pencak Silat sebagai olahraga & pertandingan (Championships) telah dirintis sejak tahun 1969

B. Saran
Untuk pembaca agar melestarikan budaya Indonesia di bidang seni beladiri yaitu Pencak Silat.


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa  yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya  sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.
 Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai  tugas mata  pelajaran Penjas (Pendidikan Jasmani) dengan judul “Pencak Silat”  di ……………………..
 Terima kasih kepada guru mata oelajaran Penjas (Pendidikan Jasmani) yang teklah membimbing dan memberikan pelajarannya 
Demikianlah makalah ini disusun semoga bermanfaat, agar dapat memenuhi tugas mata pelajaran Penjas.



                                                                                                    Penyusun




MAKALAH
“ PENCAK SILAT ”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Pelajaran Penjas



 















Disusun Oleh :
........................................
Kelas : .............

................... TALAGA
Tahun ajaran 2011/2012

Girls of the week

Hayley Wiliams Biografi Pada 2002, saat usianya 13 tahun, Williams pindah dari rumahnya di Meridian, Mississippi, ke Franklin, Tennessee, di mana dia bertemu anggota band di sekolahnya Josh Farro dan Zac Farro. Segera setelah kepindahannya, dia mulai mengambil kursus vokal kepada Brett Manning. Selama masih sekolah, dia mencoba untuk masuk band funk local yang dinamakan The Factory di mana dia bertemu Jeremy Davis. Pada tahun 2005, John Janick, pendiri label rekaman Fueled by Ramen, menandatangani kontrak bersamanya. Williams ikut mengisi vokal pada lagu "Fallen" - Death In the Park (yang juga kadang-kadang ikut tampil live bersama band), "Then Came to Kill" - The Chariot, "Keep Dreaming Upside Down" - October Fall,"Tangled Up" - New Found Glory, "The Church Channel" dan "Plea" - Say Anything, juga "The Few That Remain" - Set Your Goals, dan muncul pada video klip musik "Kiss Me" - New Found Glory. Pada 2010, dia muncul pada single "Airplanes" dari debut album rapper alternatif B.o.B, B.o.B Presents: The Adventures of Bobby Ray. Dalam Readers' Poll Kerrang! 2007 dia menggantikan posisi kedua yang ditempati Amy Lee (Evanescence) dalam kategori "Wanita Terseksi", setahun kemudian, pada 2008, dia mendapatkan tempat pertama untuk "Wanita Terseksi" melalui polling, dan lagi pada tahun 2009. Dia juga tampil sebagai karakter yang dapat dimainkan dalam video game Guitar Hero World Tour.

Game Center Talaga

Update Game Tiap Hari